Liburan Pendek Terimpulsif: Belajar Sejarah Santai Kayak Ke Pantai di Museum Open Air

Weekend, biasanya dipakai orang-orang untuk tidur lebih panjang di rumah. Kalaupun ada yang travelling, harus travelling yang mudah dan memanjakan diri. Namun, sejak weekend bulan Ramadhan, saya selalu bangun pagi dan lanjut untuk bervakansi pendek secara impulsif di sekitaran Jakarta. Minggu pertama, saya berkunjung ke Semasa Cafe Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Pameran Namaku Pram di Dia.Lo.Gue Kemang. Minggu kedua, saya bertualang mengunjungi Perpusatakaan Nasional yang baru, Reading Room Kemang, dan menemani teman saya ke pameran Namaku Pram. Minggu ketiga ini, saya memutuskan untuk ikut open trip 3 pulau di Kepulauan Seribu, Pulau Kelo, Pulau Onrust, dan Pulau Cipir.

Keputusan impulsif di weekend berbeda hampir serupa dengan yang weekend pertama dan kedua. Jika pada yang pertama dan kedua saya memutuskan akan jalan-jalan pagi hari setelah bangun tidur, pada weekend ketiga ide muncul hari Kamis siang. Segera saya membayar open trip yang tidak sampai Rp 100 ribu. Kebetulan saat itu saya harus mengunjungi opening product baru dari rekan media yang bekerja sama dengan tempat saya bekerja, yang menyebabkan saya pulang agak larut. Padahal, saya harus bangun pagi karena harus berkumpul pukul 07.00 di Kamal Muara.


Ada banyak travel agency yang menawarkan open trip seperti ini dengan berbagai harga. Kalian bisa memilih mau ikut open trip mana saja. Harga yang ditawarkan tidak terlalu berbeda antara travel agent satu dengan yang lain. Kalau kalian ragu untuk membayar penuh, kalian bisa bayar DP dulu dan melunasinya saat akan memulai trip.

Besok paginya akhirnya saya bisa bangun  pukul 04.30 dan sempat sarapan, padahal saya baru tidur pukul 01.00. Setelah sarapan, pukul 05.00 saya berangkat ke kosan dan apartemen teman saya yang ada di Kemayoran agar bersama-sama ke Muara Kamal. Walaupun jauh dari Kemayoran, paling tidak, tidak sejauh dari rumah saya yang ada di tengah-tengah Jakarta Selatan.

Drama Sebelum Sampai Titik Kumpul
Trip impulsif memang memberikan kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, biasanya yang muncul tiba-tiba tanpa terencana akan terlaksana dibandingkan sudah membuat janji, tapi menjadi wacana. Kekurangannya, saya tidak memeriksa tujuan perjalanan kami dan berapa biaya yang harus dikeluarkan paling tidak untuk transportasi dan konsumsi liburan (Terkadang saya harus mencocokkan pembukuan pribadi dan pengeluaran yang akan terjadi).

Dengan cukup percaya diri, kami memesan taksi online menuju Kamal Muara yang ternyata membawa kami ke Muara Angke. Sudah di depan mata kami Yayasan Budha Tzu Chi yang berdekatan dengan Hutan Mangrove, yang dijadikan spot foto untuk instagram kekinian, dan ternyata kami salah tujuan. Kamal Muara walaupun sama-sama Muara, tidak sama dengan Muara Angke. Perjalanan masih jauh menuju Kamal Muara. Salah satu teman saya panik. Dua dari kami bertiga membuka google maps untuk membantu supir menuju Kamal Muara, sedangkan saya tidur karena mengangap semua akan baik-baik saja, toh sudah ada yang buka google maps. Hehe...

Dalam perjalanan ke Kamal Muara, kami mampir ke mini market untuk membeli roti dan kopi untuk sarapan dan snack perjalanan, tapi mesin kasir bermasalah. Kami menunggu agak lama karena mesin kasir yang tidak mau print bon, membuat kami semakin terlambat.

Sampailah di Tempat Pelelangan Ikan Kamal Muara. Selayaknya pelelangan ikan, bau amis dan pemandangan akan ikan-ikan kami lihat disepanjang jalan. Karena sudah terlambat, kami langsung naik ke kapal. Sepanjang jalan, saya memperhatikan warna-warni dari dermaga Kamal Muara.

Untuk masuk ke kapal, kami harus menaiki jembatan yang terbuat dari bambu. Teman saya ragu untuk bisa menginjak dan menyeberang menggunakan jembatan bambu tersebut. Saat itu ada sekitar 22 orang berada di kapal. Rombongan yang duduk di depan kami berbicara menggunakan bahasa asing, walaupun secara ras mereka Asia. Bahasa Inggris yang dipergunakan tipikal Asia juga. Mungkin dari Filipina, Malaysia, Hehe...

Sekilas tentang kepulauan seribu, kepulauan seribu masih dalam daerah administratif DKI Jakarta. Laut di sekitaran kepulauan seribu tidak sekotor laut di area teluk Jakarta. Pada beberapa bagian, air laut di pantainya bening dan kita bisa melihat dasar laut (dangkal). So, ada banyak tempat hiburan dan liburan seru di Jakarta terutama untuk wisata pantai karena Jakarta tidak memiliki gunung.

Pulau Kelor
Pulau pertama yang kami kunjungi adalah Pulau Kelor. Perjalanan menuju Pulau Kelor sekitar 30 menit. Pulau Kelor adalah pulau kecil dengan Benteng Martello yang menjadi ikon dari pulau ini. Setiap pengunjung berlomba berfoto dengan latar belakang tetrapod atau pemecah ombak dan bagian tengah dari Benteng Martello yang stylenya seperti di Taman Sari, Yogyakarta.

Bagian tengah Benteng Martello yang seperti di Taman Sari,
merupakan tempat menaruh meriam yang dapat diputar 360 derajat.


Berdasarkan sumber ini, nama asli dari pulau ini adalah Kherkof. As I know kerk means church in dutch language, but the meaning of kherkof is church yard or cemetery around the church. Selama bermain di pulau ini, saya tidak menemukan satu pun batu nisan disana, hanya Benteng Martello. Mungkin rusak seperti Benteng Martello akibat letusan Krakatau (itu masih masuk akal).

Benteng Martello adalah benteng pertahanan pertama sebelum masuk ke Batavia. Jika ada musuh Belanda atau bajak laut, dapat ditangani dulu di tempat ini.

Pulau Cipir
Pulau Cipir, lebih besar dibandingkan Pulau Kelor. Di Pulau ini ada sebuah museum bekas Rumah Sakit Karantina Haji. Disaat turis lain sibuk mencari spot foto dan tempat makan, kami bergerak menuju museum dan belajar dari sana. Agak creepy sih, untungnya ber-6 (bersama dengan tour guide kami juga). Sepertinya hanya pulau ini dari tiga pulau yang ada, yang memiliki bangunan untuk museum.
Pulau Onrust, banyak pohon dan banyak makam.
Pada saat kami wisata 3 pulau ini, sedang bulan Ramadhan sehingga pulau sepi. Hanya ada 2 kapal yang dipergunakan turis menuju pulau-pulau.

Pulau Cipir disebutkan sebagai museum open air. Sebenarnya paket tiga pulau ini adalah museum terbuka. Selain bermain-main dan berfoto di Pantai yang airnya masih jernih, mengikuti trip ini kita juga bisa belajar sejarah. Multivitamin untuk otak.

Saya tertarik dengan pohon-pohon yang ada di Pulau ini. Terlihat eksotis untuk foto atau untuk mengambil video, tapi kalau hari sudah sore, pasti ngeri-ngeri juga. Disisi lain pulau ada kompleks makam untuk orang-orang Belanda yang sakit karena penyakit tropis seperti malaria dan kusta. Kompleks makam ini termasuk kecil. Menurut tour guide kami, kemungkinan besar, ada banyak jenazah yang tidak masuk dalam hitungan "orang penting" dibuang ke laut. Make sense.

Berjalan sedikit ada sebuah makam yang dinamakan makam kramat. Bentuk makamya, seperti makam Indonesia dengan keramik warna biru, namun nisannya ditutupi oleh kain putih. Saya juga bertanya, mengapa makam keramat? Mengapa harus dibuat semacam rumah kecil yang melindungi kuburnya? Dan mengapa nisannya ditutup kain kafan? Jawabannya, mungkin karena makam keramat harus seperti itu kata Mas Ivan, tour guide Simpink travel.

Setelah berkeliling dan foto-foto, kami makan siang. Jangan khawatir soal makanan dan minuman karena disini juga ada beberapa warung dari warga Kamal Muara yang jualan, tapi terbatas. Saya tidak tahu apakah mereka selalu menjual indomie dan snack micin atau punya jenis makanan lain diluar bulan Ramadhan. Penyesalan saya disini adalah karena tidak membawa bekal, padahal Mama di Rumah masak dan enak.

Pulau Cipir-Pulau Khayangan
Saya tidak tahu mengapa pulau ini disebut juga pulau Khayangan. Luasnya kira-kira hampir sama dengan Pulau Onrust. Di pulau ini, semua peserta tour diperbolehkan untuk berenang karena memiliki air bersih, tapi kami tidak ada yang berenang. Pertama, banyak diantara kami tidak membawa baju ganti, kebetulan saya bawa baju sih. Kedua, hari itu sekitar pukul 14.00 dan panas banget.


Di Pulau ini kami banyak foto-foto di bekas reruntuhan bangunan. Reruntuhan bangunan ini hampir sama dengan Pulau Onrust, bekas tempat karantina haji. Karantina haji yang dimaksudkan adalah tempat pemeriksaan kesehatan untuk orang Indonesia yang mau berangkat haji dan yang baru pulang dari ibadah haji. Jadi, pemeriksaan kesehatan ini semacam pertanyaan-pertanyaan kalau kita sedang mengurus visa untuk ke luar negeri, bedanya disini pemeriksaan secara langsung dan menyeluruh.

Kalau berdasarkan sumber ini, pulau ini pernah dijadikan pulau karantina juga di zaman orde baru. Pada masa itu, pulau ini untuk "membuang" orang-orang yang terkena penyakit TBC dan kusta agar tidak tertular dengan yang lain.

Akhirnya trip kami berakhir. Bagi beberapa orang bahkan teman saya, trip 3 pulau dalam sehari akan capek banget, tapi enggak juga. Waktunya pas, tidak telalu lama, tidak terlalu sebentar, dapat belajar sejarah, dapat foto-foto, dan masih sempat untuk bermain air di pantai. Santai seperti di Pantai.

Kapal kembali ke Kamal Muara. Di kejauhan saya melihat bangunan Yayasan Budha Tzu Chi, tempat kami tersasar. Akhirnya kapal merapat ke tempat pada saat kami datang. Saya memuaskan hasrat untuk mengambil foto di sekitaran dermaga karena berwarna-warni. Kampung nelayan ini baru sekitar bulan Maret dibuat menjadi warna-warni. Baru dua bulan saja, warnanya sudah pudar. Mumpung masih disana, jauh dari tempat saya tinggal, dan masih belum tahu kapan akan kesana lagi. Saya belum pernah ke kampung warna-warni di tempat lain seperti Jodipan di Malang dan di Semarang, sehingga saya tidak dapat membandingkan dengan kampung warna-warni lain. Untuk ukuran kampung warna-warni, area yang dicat warna-warni tidak terlalu luas juga sih.

Puas foto-foto, kami akan pulang dan memesan ojek online, tapi tidak ada yang lewat hingga akhirnya ada yang menawarkan omprengan (angkutan umum plat hitam) ke Halte Rawa Buaya dengan harga Rp 10.000. Sampai di Rawa Buaya, kami harus berjalan sekitar 500 meter ke Stasiun Rawa Buaya untuk sampai di Kemayoran.

Wisata ke kepualuan seribu memang menarik, tapi yang kurang menarik dan membingungkan adalah menuju dermaga untuk naik kapal. Seandainya bisa diperbaiki baik dari segi transportasi menuju dermaga hingga bentuk dermaganya. Membuat kampung jadi warna-warni, ya bisa dikatakan peningkatan walaupun tidak terlalu diperlukan, menurut saya.


Tips Ikut Open Trip Sehari Kepulauan Seribu
Berikut ada beberapa tips yang bisa kamu pertimbangankan menuju ke tempat ini:

  1. Siapkan keperluan kalian sebelum ke Pulau di malam sebelumnya karena kalian harus ada di Kamal Muara pukul 07.00.
  2. Beberapa perlengkapan yang harus dibawa: face & body sunscreen (kalau bisa yang waterproof), air minum yang banyak, bekal makan siang (jika ikut trip yang tidak menyediakan makan siang), cemilan, kantung plastik (untuk tempat sampah), baju ganti yang dilapisi kantung plastik, topi lebar, kacamata hitam, uang, perlengkapan dokumentasi kalian, power bank.
  3. Jika punya, gunakan dry bag atau ocean pack untuk membawa bawaan kalian. Ini untuk menjaga kalau-kalau main air kelewatan, bawaan tetap aman.
  4. Pakai sunscreen setiap 2-3 jam (tergantung SPF yang dimiliki sunscreen).
  5. Gunakan pakaian dan sandal yang nyaman. Bisa pakai celana pendek dan kaos oblong. Kalau mau tanning pakai baju ketekan juga boleh.
  6. Nikmati liburan kalian dan jangan sibuk update status untuk menghemat baterai. 
  7. Jangan sampai salah dermaga. Ke dermaga Kamal Muara atau TPI Kamal Muara bukan Muara Angke karena jaraknya jauh.
  8. Untuk sampai ke dermaga Kamal Muara dengan kendaraan umum bisa menggunakan commuter line ke Stasiun Rawa Buaya atau bus transjakarta ke Halte Rawa Buaya, dilanjutkan naik omprengan di bawah kolong jembatan dekat Ramayana atau juga bisa menggunakan ojek online.
  9. Agak sulit menemukan ojek online di sekitaran dermaga Kamal Muara, omprengan bisa jadi alternatif. 

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota