Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Indie Book Shop Tour pertama diinisiasi oleh @enthalpybooks dan
@sintiawithbooks paa 5 Mei 2019. Foto diambil di Aksara Kemang

--Jalan-jalan bagi para pecinta buku, ya ke Toko Buku.
Ini adalah kali pertama saya datang ke Toko Buku Aksara yang ada di Kemang, padahal sudah beberapa kali melewati toko buku ini dan saya juga sering bekerja di Kemang. Waktu sudah lewat pukul 13.00. Saya kira, saya terlambat.

Tidak ada penanda atau petunjuk, hanya ada beberapa orang sedang berkumpul dan bercengkrama. Saya kira pengunjung biasa. Beberapa menit kemudian, seolah saling terkoneksi dari tatapan mata, saya saling tegur sapa dengan Mas Ucha (@enthalpybooks), yang akun instagramnya pernah tak sengaja saya kunjungi ketika mencari referensi bookstagram. Anak instagram banget. Semua #garagarainstagram.

"Book Shop Tour?"

Saya berkenalan dan mendapatkan selembar booklet. Isinya adalah peta kecil, itenarary, dan profil singkat dari beberapa toko buku yang akan kami kunjungi.


Booklet selama tur berlangsung. Kami akan mendapat cap atau
sticker setelah mengunjungi toko buku sebagai tanda kunjungan. 

Peserta tur toko buku ini hanya 14 orang, termasuk Mas Ucha dan Mbak Sintia (@sintiawithbooks), sebagai penyelenggara wisata toko buku ini. Kami saling berkenalan satu sama lain, menyebutkan nama dan akun instagram. Saya agak heran juga ya, jadinya nggak sebut akun instagram, ternyata ini gaya komunitas yang bertemu di instagram dan melakukan kopi darat. Mungkin tahu akun buku di instagramnya, tapi tidak tahu nama asli.

Aksara Kemang
Tempat pertemuan ini adalah lokasi kunjungan pertama kami ditemani oleh Mbak Adinda dari Aksara. Toko buku yang sudah berdiri sejak 2011, memiliki tata letak dan tempat yang menarik dan nyaman, sejak berfokus di Kemang. Ada kursi dan meja untuk membaca sambil minum kopi. Sebelumnya Aksara membuka beberapa toko di Cilandak Town Square dan Pacific Place. Toko Buku Indie masuk mall. Namun, dengan beratnya bisnis yang dijalankan, Aksara "dilahirkan" dengan pendekatan berbasis komunitas.

Pendekatan komunitas yang dilakukan, membuat Aksara tidak hanya menjadi sebuah toko yang menjual buku. Ada pernak pernik waste less, note book, Ganara Art (sebagai tempat berkesenian), Lab Rana (tempat pecinta foto dengan kamera analog. Bisa cuci film juga disini), dan Kineforum (bioskop alternatif).

Selama diajak berkeliling Aksara, antara peserta dan Mbak Adinda pun terjadi interaksi. Kami melihat-lihat, bertanya, menceritakan pengalaman masing-masing seperti rasa Mie Panjang Umur yang dijual disini.

Toko Buku Aksara

Aksara bekerja sama dengan Post Santa, toko buku indie yang ada di Pasar Santa. Ada satu pojok rak yang isinya adalah buku-buku kurasi dari Post Santa. Untuk lebih update dengan mereka bisa langsung follow instagramnya di @aksarakemang.

Di akhir keliling Aksara, seluruh peserta diajak bermain games. Kami mendapat tantangan untuk mencari judul buku hasil kurasi Post dari huruf-huruf acak. Terkesannya mudah, tapi saya sendiri hanya mendapat 4 judul dari 8 judul yang terdapat dalam huruf-huruf tersebut.

Lanjut dari Kemang, kami semua bergerak menuju Pasar Santa. Tidak ada kendaraan khusus untuk mobilisasi. Tebeng menebeng menjadi solusi yang pas dan untungnya semua mendapat tempat.

Transit Book Store
Tiba di Pasar Santa, kami segera ke lantai 2 menuju Transit. Ini adalah toko buku indie baru di Pasar Santa. Saya juga mengikuti instagramnya ketika diawal baru buka, tapi belum pernah mampir ke tempat ini.

Toko buku dengan 1 kios kecil pasar ini, selalu memperbaharui buku-bukunya setiap 4 bulan dengan tema-tema tertentu. Tema pertama adalah Displacement dan tema yang sedang berjalan, World's Woman Writers. Supaya lebih update buku-buku apa saja yang ada bisa follow instagramnya di @transitsanta.

Mas Indra, selaku pendiri toko buku ini menjelaskan Transit dengan jenaka. Maaf Mas, saya paham bukan pelawak. Paling menarik bagi saya ketika Mas Indra cerita dengan super excited buku-buku favoritnya dan buku-buku yang sudah ia baca.

Mas Indra sedang asik bercerita. Jual buku layaknya jualan nasi padang, kalau laku
dapat untung, kalau nggak ada yang beli, kita makan sendiri jadi kenyang (pengetahuan).

Salah satu buku yang membuatnya jatuh cinta dengan membaca adalah Lima Sekawan karya Enyd Blyton. Itu juga buku yang sangat keren ketika saya temukan di perpustakaan sekolah sewaktu masih SD. Mungkin kerjaan suka mbolang dan terkadang memberikan review sedikit terinspirasi dari seri Lima Sekawan.

Sama seperti di Aksara, di akhir kunjungan toko buku ada games. Kali ini mencari antara judul buku dengan setting tempat dari buku-buku tersebut. Semua bukunya belum pernah kubaca. Gimana dong...

Post Santa
Toko buku berikutnya adalah yang tidak asing lagi, sedang hits, dan sering update di instagram @post_santa. Toko buku indie ini lebih luas dan sudah berdiri lebih lama dari Transit. Dulunya, Post hanya 1 kios pasar, tapi sekarang 4 kios pasar yang dijadikan satu. Toko buku kecil dengan meja kecil, cukup nyaman dan mengajak orang untuk bercengkrama. Dipandu oleh Mbak Maesy dan Mas Teddy, kami semua saling mengobrol di tempat ini.

Jiwa dari Post adalah toko buku indie yang ada di Pasar. Pasar menjadi sesuatu yang cair dimana semua orang dapat bertemu tanpa ada perbedaan kelas dan bisa lebih asik mengobrol.

Ketika mengetahui ada Indie Book Shop Tour seperti ini,
Mbak Maessy mau ikut jadi peserta juga, tapi terpilih menjadi tuan rumah.

Post Santa tidak hanya menjual buku-buku dari penerbit-penerbit indie, tapi juga menjadi penerbit. Targetnya pun tidak muluk-muluk, hanya 2-3 buku per tahun. Bukunya yang terakhir, ditulis oleh pendiri POST sendiri.

Di Post, Mbak Maesy mengajak ngobrol mengapa kami tertarik dengan toko buku indie. Mas Wahyu dan Mbak Hesti memulai cerita mereka dari toko buku indie yang mereka datangi. Mas Wahyu memulai kisahnya dari Kineruku di Bandung (toko yang ingin saya kunjungi ketika beberapa bulan lalu ke Bandung) dan menemukan sebuah buku layaknya bertemu jodoh. Sejak saat itu, Mas Wahyu jadi berburu ke Toko Buku Indie. Beda cerita dengan Mbak Hesti dengan latar belakang pendidikan bidang perpustakaan, yang menemukan Toko Buku Indie di Surabaya, C20. Sejak saat itu, pergi ke daerah mana pun, yang pertama kali dicari adalah Toko Buku Indie karena di tempat itu jadi bisa tukar pikiran. Agak berbeda dengan toko buku besar.

Di akhir kunjungan, kami kembali bermain games. Kali ini main Kahoot. Semua peserta menggunakan aplikasi dan web browser masing-masing untuk menjawab kuis melalui Kahoot.

Toko Buku Foto: Gueari Galari
Toko buku ini belum pernah saya dengar sama sekali, walaupun juga ada di Pasar Santa. Bertempat di lantai 1, kami semua bergegas turun untuk melanjutkan tur. Ini adalah toko buku terakhir yang akan kami kunjungi. Disambut oleh Mas Ari dan Mbak Caron, kami mulai ngobrol soal buku foto.

Dari nama tempatnya, saya kira Toko Buku ini menjual buku-buku teori tentang foto, tapi menjual buku foto. Bahkan juga bisa mempublikasikan buku-buku foto dan disarankan bisa datang dengan sudah membaca konsep buku foto yang ingin dibuat. Namun, kalau baru mau lihat-lihat saja untuk mencari referensi juga boleh, akan lebih senang jika dibeli.


Mbak Caron meneritakan buku foto yang juga direspon oleh pemotretnya di
setiap buku cetak. Ada proses crafting yang dikerjakan oleh pembuat buku foto tersebut.

Di Toko Buku ini saya belajar bahwa bercerita tidak hanya bisa melalui kata-kata yang dibaca, tapi juga bisa menggunakan kumpulan foto yang bercerita. Tulisan mungkin tidak terlalu banyak, hanya untuk sedikit menjelaskan dan mempertegas.

Buku foto bukan hanya dibuat oleh fotografer, tapi siapa saja yang bercerita dengan visual. Mengambil gambar dengan media apa pun, mau itu handphone atau kamera, gambar akan menampilkan ceritanya. Intinya harus berani, pede aja. Sebuah ide yang menarik untuk berkarya.

Gueari Galeri juga suka membuat acara-acara diskusi atau loka karya untuk pembuatan buku foto. Setelah kami kunjungi, mereka ada acara diskusi Eros & Reformasi bersama Erik Prasetya. Bagi yang tertarik bisa cari tahu mereka di instagram @guearigaleri.

Tur Toko Buku
Ide Indie Book Shop Tour ini diawali dari postingan Mas Ucha tentang Indie Book Store #bucketlist. Postingan ini direspon oleh Mbah Sintia. Kemudian mereka memulai tur toko buku ini. Saya sendiri tahu dari teman saya Ruth, yang lebih up to date dengan bookstagram. Pada saat mengobrol, awalnya mereka juga mau memasukkan Kios Ojo Keos sebagai salah satu tempat yang dikunjungi. Namun, karena jaraknya jauh, walaupun masih sama-sama di Jakarta Selatan, diputuskan hanya ke dua tempat saja.

Sambil ngobrol-ngobrol, sempat tercetus untuk ke Indie Book Shop Tour di Bandung mengunjungi Kineruku (yang sering disebut) dan Ominium. Muncul juga ide sewaktu diperjalanan menuju Pasar Santa untuk menelusuri toko buku bekas yang ada di Jakarta.

Tur semacam ini adalah sesuatu yang baru dan pertama kali dilakukan. Bagi para pecinta buku, daripada ke toko sendiri, ramai-ramai lebih seru karena dapat bertukar informasi. Kita juga jadi tahu beberapa info tentang toko buku indie dan rekomendasi-rekomendasi buku yang menarik untuk dibaca. Tur seperti ini menjadi alternatif wisata edukatif yang dapat menarik minat orang untuk baca, khususnya buku-buku anti mainstreem.

Oleh-oleh dari Indie Book Shop Tour hari ini, selain booklet,
juga ada indie book shop bucket list, dan post card berisi foto-foto dari Gueari Galeri

Comments

Popular posts from this blog

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota