Museum Basoeki Abdullah: Menikmati Lukisan dan Sejarah di Selatan Jakarta


Jakarta Selatan merupakan wilayah yang sdikit memiliki museum dibandingkan dengan wilayah Jakarta lainnya. Salah satu museum yang ada, adalah Museum Basoeki Abdullah yang terletak di wilayah Cilandak Barat. Kebetulan, Museum ini berada tidak jauh dari rumah dan saya belum pernah berkunjung kesana.

Museum ini adalah rumah Almarhum Basoeki Abdullah, salah satu pelukis Indonesia yang terkenal. Semasa hidupnya ia sering melakukan pameran di Luar Negeri seperti di Thailand, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Portugis. Lahir di Solo, 27 Januari 1915. Pelukis beraliran realis ini menutup usia pada tahun 1993 karena dibunuh oleh maling di rumahnya. Setelah ia meninggal, pada tahun 2001 pihak keluarga menyerahkan rumahnya kepada Pemerintahan Republik Indonesia untuk dijadikan museum.

Bangunan ini terdiri dari dua gedung. Gedung I adalah rumah asli dari Pak Bas (sebutan Basoeki Abdullah), dan Gedung II adalah bagunan baru tambahan yang berada di sebelah Gedung I dan baru diresmikan pada tahun 2016. Untuk memulai eksplorasi gedung ini, pengunjung dapat masuk melalui Gedung II dan membayar tiket masuk sebesar Rp 2.000 di meja pendaftaran. Setelah membayar, pengunjung akan mendapatkan tiket, majalah Maestro, flyer tentang museum, dan flyer agenda museum di tahun 2019.

Di sebelah loket registrasi, terdapat penjelasan singkat tentang museum dan testimoni tentang Pak Bas. Papan besar tersebut sekaligus juga memisahkan antara Gedung I dan Gedung II. Saya mencoba mengeksplorasi ke arah kanan Gedung II dan masuk ke ruang pamer. Pada saat berkunjung, pada hari itu terdapat pameran Wayang Daun: RA Kartini Emansipasi Wanita karya Andhi Wahyudi. Di ruang pamer ini saya melihat lukisan-lukisan wajah Presiden Indonesia dari Soekarno hingga Jokowi, dan karakter-karakter manusia di media lukis daun dan cat.

Pameran Wayang Daun: RA Kartini Emansipasi Wanita

Saya berjalan ke lantai dan disana adalah ruang pamer Kehidupan dan Keindahan karya Pak Bas. Selain melukis realis karakter manusia, Pak Bas juga melukis dengan tema kehidupan dan alam dengan gaya naturalis. Pak Bas melukis sesuatu yang memiliki cerita baginya.

Dalam penjelasan di ruang pamer lantai2, dalam sebuah wawancara beliau mengatakan bahwa lukisan merupakan medan yang memberi kelebihan dibandingkan realitas. Lukisan harus lebih indah dari aslinya. Ia menerapkan konsep beautifikasi. Mungkin jika zaman sekarang jika disandingkan foto, ada filter beauty ditambah dengan editan super keras. Soal foto ini hanya guyon ya.

Selesai dari lantai 2, saya berjalan ke lorong menuju Gedung I. Sebelum memasuki lorong, ada sebuah dinding berisi mural tentang sejarah singkat Pak Bas.

Mural singkat tentang Basoeki Abdullah


Koleksi Topeng Pak Bas

Di Gedung I lantai 2, lebih banyak koleksi wayang dan senjata milik Pak Bas. Berdasarkan penjelasan di ruang pameran, Pak Bas juga mengoleksi wayang dan pernah tampil dalam Wayang Orang. Lahir dari keluarga keraton Jawa, Pak Bas sudah diperkenalkan dengan kesenian sejak kecil, termasuk soal wayang.

Saya turun ke lantai 1. Di tempat ini disetting seperti rumah seperti pada saat Pak Bas masih hidup. Ada ruang tamu, kamar tidur, dan perpustakaan. Di seberang kamar terdapat kronologis masa hidup Pak Bas. Saya masuk ke kamar tidurnya. Terdapat kasur dengan bantal dan terdapat meja yang bertumpuk buku, alkitab, di atasnya. Pajangan dinding berupa salib juga masih tergantung disana.

Kamar tidur

Ruang tamu

Seorang Katolik
Bagi kebanyakan orang mungkin mengira bahwa Pak Bas adalah seorang muslim jika hanya meliht namanya. Orang tuanya adalah seorang muslim, namun berdasarkan dari berita yang beredar, Pak Bas pindah menjadi seorang Katolik saat masih remaja dan mendapat nama Baptis, Fransiskus Xaverius.

Berdasarkan berita yang ditulis oleh Tempo pada usia 18 tahun ketika ia sedang sakit tifus, ia mendapat penglihatan tentang Yesus dan menggambarnya pada sebuah kertas. Seketika sakitnya saat itu sembuh dan ia memutuskan untuk menjadi seorang Katolik.

Pahlawan yang berkontribusi dengan kuas dan cat
Basoeki Abdullah cukup lama berada di luar negeri. Selama 20 tahun ia bermukim di Belanda dan selama 17 tahun ia berada di Thailand untuk menjadi pelukis istana. Pada tahun 1974 ia diangkat Presiden Soekarno untuk menjadi pelukis di Istana.

Banyak karya Pak Bas adalah wajah para pahlawan nasional. Sebuah kutipan yang dituliskan dalam penjelasan pameran dari beliau, " Saya justru ingin menunjukkan kepada mereka bahwa orang Indonesia bukan cuma bangsa kuli, tetapi juga punya reputasi dalam seni. Bahkan saya banyak melukis pahlawan-pahlawan bangsa, yang melukis wajah pangeran Diponegoro pertama kali adalah saya."

Dalam museum tersebut berkali-kali juga dituliskan bahwa kontribusinya mungkin tidak dengan senjata, tapi senjata yang ua pakai adalah kebudayaan, budaya seni. Ia memaksimalkan kemampuannya untuk berkontribusi yang terbaik untuk bangsa ini.

Kunjungan solo saya ke museum, selain mendapatkan suasana seram (karena rumah lama dan terjadi pembunuhan disana), saya juga belajar dari beliau. Kecintaannya terhadap bangsa bisa ditunjukkan dengan cara yang lazim kebanyakan orang lakukan. Mungkin pada saat itu banyak yang menjadi tentara atau di bidang pemerintahan dan banyak berdiplomasi seperti Soekarno, tapi Basoeki menggunakan kemampuan keseniannya, khususnya di bidang seni rupa.

Pada masa kini pun, Seni Rupa juga dipakai sebagai bagian dari pergerakkan. Beberapa pameran yang saya kunjungi punya pesan-pesan tentang keadilan, kesetaraan di bidang HAM dan gender. Pada perkembangan masa kini, mungkin alirannya bisa berbeda dengan Basoeki.

Aliran realis dan alasan memilih aliran tersebut membuat saya teringat dengan komunitas Indonesia Skether yang pernah saya ikuti. Dalam komunitas tersebut, kita semua menggambar sketsa apa saja yang kita saksikan, sesuatu yang punya cerita. Cerita bisa macam-macam ya. Bisa secara literal ataupun simbolis. Sama seperti Basoeki yang menggambar sesuatu yang punya cerita tersendiri baginya dan lebih ia nikmati dalam aliran realis.

Cara Menuju ke Museum
Museum ini terletak di Jl. Keuangan Raya No. 19. Jika menggunakan kendaraan umum dapat menaikin MRT turun di Stasiun Fatmawati dan berjalan ke arah Blok M. Pengunjung juga bisa menggunakan Trans Jakarta 1E (Pondok Labu-Blok M), turun di Jl. Banjasari. Jika menaiki kendaraan pribadi juga bisa. Mobil akan diparkir di pinggir jalan, asalkan tidak menghalangi rumah warga, motor bisa diparkir di dalam. Di parkiran motor, kita pun juga bisa menikmati mural yang terpajang disana.

Mural yang ada di parkiran motor

Penunjuk arah di Jl. RS Fatmawati untuk menuju museum

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota