Corat-Coret Setelah Hujan di Senja Hari

Hitam mulai datang menggantikan terang. Satu per satu air mulai turun dan angin menambah kecepatan. Tak dapat diduga kapan akan berakhir.

Seperti sebuah panggung boneka, Sang Dalang mulai bercerita dengan skenario hujannya di senja hari. Ia memaksa setiap lakonnya bergerak dan bercerita. Berbagi cerita dan mengaduk pikiran dan perasaan.

Klasik menjadi modern, klise menjadi hal yang luar biasa dan penting, sinteron ternyata sebuah realita, kita punya sudut pandang yang lain.

Disaat orang lain menggalaukan sebuah perbedaan, saya sudah melaluinya. Namun, kini galau melanda kembali tapi soal motivasi murni yang mulai ternodai karena mulai dibelokkan oleh cinta insan manusia.

Kepekaan sudah mulai hilang tentang diri saya padanya dan dirinya pada saya. Logika mengambil alih hati yang sudah mulai sendu karena cinta yang baik tapi perlu diselidik kemurniannya.

Ketika hati mulai tergetar untuk menggambarkan pangeran impian, saya masih saja diam berkeras hati untuk tidak memimpikannya sekarang dan menunggu kehadiran sang waktu dimana hati ini siap kembali bermimpi.

Relasi terjalin bukan hanya dari frekuensi pertemuan atau frekuensi namanya muncul di gadget. Bukan hanya dari frekuensi dan lama waktu suatu obrolan. Bagaikan ada benang-benang pengait yang tidak terlihat, begitu pula suatu hubungan yang tak terlihat namun nyata adanya dan kini baru disadari.

Ini apa? Sebuah pengingat? Sebuah ujian? Ataukah suatu jawaban doa? Aku perlu waktu berhikmat untuk menjadi semacam Conan, Tin Tin, dan Sherock Holmes untuk mencoba memecahkan misteri ini.

Semoga apa yang terjadi ini dan curahan hati ditengah curahan air awan menjadi waktu selidik hati yang benar. Tolong gerakan hati saya untuk mencipta gelombang-gelombang gelisah dan kepekaan, dan ajarku setia.

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota