Petualangan Backpacking Pertama di Jogja

Ini adalah pertama kalinya saya bepergian jauh sendirian. Anggaplah ini backpacker perdana saya dan di kali pertama ini, saya sendirian. Sekalinya memulai backpacker menjadi solo backpacker. Berangkat dari Stasiun Senen pukul 07.00 dan sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta pukul 15.30. Sesampainya disana, saya dijemput oleh teman SMA saya, Ucha, dimana saya akan menginap di kamar kostnya.

Hari pertama untuk kedua kalinya saya berada di Yogyakarta. Malam itu saya berencana untuk pergi nonton konser Studsy (Student Symphonic Band). Saya baru tahu kalau Studsy ini adalah kelompok musik tiupnya ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta. Malamnya setelah bersiap-siap dengan Ucha kami ke Taman Budaya Yogyakarta (TBY), semacam TIM di Jakarta.

Posisi duduk kami tidak begitu nyaman karena kami memesan tiket festival. Sebenarnya saya ingin di tempat duduk VIP karena sudah pasti tempat duduknya lebih nyaman untuk menonton ke arah panggung dan harganya juga terjangkau bagi saya, tapi Ucha tidak begitu suka dengan orkestra sehingga saya kurang enak untuk mengajaknya membeli tiket VIP. Selain kurang nyaman menghadap ke panggung, orang dibelakang dan disebelah kiri saya berisik. Kondisinya berbeda dengan saya menonton konser di Jakarta. First impression yang kurang mengenakkan menonton konser di Yogyakarta.
Konser STUDSY
Konser bertemakan animasi hari itu dibuka dengan soundtrack Tom & Jerry dan encore soundtrack Masha and The Bear. Ini pertama kali bagi saya dapat menonton wind orchestra. Secara keseluruhan sebenarnya permainannya bagus, tapi durasi programnya lama. Satu repertoar membuat saya lelah untuk mendengarnya sampai akhir, apalagi dengan 13 repertoar + 1 encore. Diakui juga oleh pemainnya, kebetulan saya punya teman anak ISI yang juga bermain di konser tersebut, bahwa program lagunya cukup berat untuk anak tiup. Walaupun semua lagu bagus, tapi perlu juga pemilihan lagu yang mana saja dapat dibawakan. Di babak kedua konser, ada beberapa teatrikal ilustrasi lagu-lagu tersebut seperti soundtrack film Alladin, Prince of Egypt, Final Fantasy, dll. Komentar lain dari saya adaah MC konser. Beberapa kata terlebih dalam Bahasa Inggris disebutkan dengan pengucapan yang salah.

Selesai konser, saya dan Ucha pergi ke Raminten untuk makan malam dan bertemu Astri (teman SMA saya juga). Tempat makan yang unik. Ada sesajen di kereta kencana beserta dengan kemenyan. Di dekat toilet ada kandang kuda dan di pojok ruangan ada patung Yesus.

Hari kedua di Jogja, saya pergi ke Candi Prambanan. Jujur ini adalah pertama kalinya saya pergi kesana. Matahari sangat terik saat itu. Saya tahu, pada saat itu matahari letaknya tepat di garis khatulistiwa setelah di hari sebelumnya adalah gerhana matahari. Saya sendiri bersama Ucha membeli paket wisata Prambanan-Ratu Boko. Setelah dari Prambanan, kami ke Keraton Ratu Boko yang sedikit agak jauh dari Prambanan. Secara keseluruhan saya seperti jalan-jalan sendiri. Ucha bersungut-sungut kepanasan jadi tidak begitu ikut menikmati tempat wisata. Ia hanya duduk-duduk di bawah pohon rindang untuk mengurangi kepanasannya. Tapi saya menyadari, itu semua diakibatkan penyakit cewek di tiap bulan. Yowislah, aku rapopo....
Candi Prambanan

Setelah dari Prambanan, kami ke Plaza Ambarukkmo. Kata Ucha, ini semacam tempat ngegaulnya anak Jogja. Haha... Tipikalnya sama dengan mall yang ada di Jakarta juga. Dapat dikatakan mungkin mirip dengan Blok M Plaza. Masuk ke dalam Mall, ada kejadian lucu terjadi. Ketika kami naik eskalator, ada anak kecil di eskalator yang sama lari-lari ke bawah sambil menangis. Sepertinya dia tertinggal oleh keluarganya dan mau ke bawah karena keluarganya tidak jadi naik dengan eskalator. Karena takut terluka dan terjeit eskalator, saya menangkap anak kecil tersebut sampai keatas dan kemudian akan turun menggunakan eskalator turun. Rencanya saya juga ingin menyerahkan ke bagian informasi terkait anak ini yang kehilangan keluarganya. Anak tersebut menangis semakin keras. Saya tidak peduli daripada dia terluka. Pada saat turun, ada anak kecil lainnya yang menghampiri. Sepertinya kakak dari anak kecil ini. Ada-ada saja...

Malamnya saya pergi ke kostan Astri. Kostan Astri ini lebih menyeramkan dibanding kostan Ucha. Bergaya rumah zaman dulu yang bagian belakangnya gelap. Kamar mandi luar, namun di dalam kamar mandi dibagi bilik untuk wastafel dan kloset dan bilik untuk mandi. Astri sendiri merokok. Rokoknya kretek terkadang juga melinting sendiri dengan daun tembakau atau daun kemenyan. Pada saat ia mengisap rokok kretek 76nya, samar-samar saya mencium bau kemenyean. Hal ini saya sampaikan kepada Astri. Ia merasa tidak mencium apa-apa. Beberapa menit kemudian, ia merasakan hal yang sama dengan saya.

Hampir jam 12 malam, Astri bersiap untuk pergi syuting. Saya ditinggal sendiri di kostannya. Ucha masih ada acara dengan anak-anak filsafat UGMnya. Agak seram juga sih. Tak lama kemudian Ucha datang dan kami menghampiri Astri ke lokasi syuting menyerahkan kunci kost.

Hari ketiga di Jogja, saya berencana untuk gereja pagi tapi ternyata teman gereja saya yang anak UGM biasa gereja sore. Akhirnya saya balik menjadi gereja sore. Paginya setlah dari Sunmor (Sunday Morning, pasar kaget di UGM tiap minggu) saya berencana ke FIB UGM karena ada janji dengan seseorang untuk bernegosiasi soal Bassoon. Walaupun pada akhirnya ini menjadi kasus yang agak sulit untuk diceritakan karena menyangkut nama baik.
Pangsit Singapur dan Pempek Bakar di Sun-Mor

Kasus bassoon ini berlanjut hingga akhirnya malam setelah gereja saya bertemu dengan teman saya anak ISI, Tomy & Rian. Mereka adalah bassoonist juga. Ucha merekomendasikan bertemu di Lekker Je. Setelah saya berada disana, saya tidak nyaman dengan tempat tersebut, malah harus menunggu satu jam lebih untuk kehadiran mereka berdua. Kesel dan tidak nyaman membuat saya agak masa bodo. Ingin cepat-cepat lari dari tempat itu. Setelah Tomy & Rian datang, kami berpindah ke Djendelo Koffie Togamas. Saya juga menyuruh Ucha untuk kesana karena takut ditinggal sendiri lagi. Disana, saya, Tomy, & Rian akhirnya membahas kasus bassoon yang tadi. Intinya, mereka yang repot menghubungi sana-sini, saya yang jadi korban tidak tahu apa-apa tentang konflik yang sudah ada diam saja dan mereka membantu menyelesaikan semuanya. Intinya ada suatu kasus diantara beberapa orang terkait dengan bassoon dan saya tidak sengaja terlibat.
Tomy, saya, dan Rian di depan Gedung Seni Musik ISI Yogyakarta

Besoknya saya berencana untuk pergi ke salon dulu (mumpung murah), laundry baju kotor,dan beli oleh-oleh. Pagi saya ke kostan Astri karena Ucha kuliah. Setelah Ucha selesai kuliah, konflik bassoon ini berlanjut. Pukul 11.15 saya mendapat kabar saya harus ada di ISI jam 12.00. Saya pergi ke kostan Ucha dulu kemudian pergi ke ISI yang letaknya cukup jauh dari daerah UGM. Keadannya saat itu, rem motornya Ucha blong, belum copot sih. Di tengah jalan saya check rekening apakah uang bassoon sudah masuk atau belum, ternyata sudah. Karena uang sudah diterima, Ucha berjalan agak lambat karena kakinya sakit akibat kakinya ikut membantu ngerem. Saya sampai ISI sekitar pukul 12.15. Disana saya harus menunggu orang lagi yang diperkirakan datang pukul 13.00. Agak stress juga karena dari daftar rencana hari itu, saya baru memasukkan baju kotor ke laundry dan kereta pulang pukul 14.50. Pukul 13.00 telah lewat dan akhirnya saya memutuskan untuk pergi dari ISI. 13.15 saya dan Ucha pergi, sambil di jalan saya membeli bakpia untuk di rumah dan kampus. 

Waktunya mepet sekali, lalu kami memutukan untuk ke kostan Ucha mengambil barang-barang saya langsung ke stasiun. Hampir sampai stasiun, rem motor Ucha copot. Dilema karena 15 menit lagi kereta jalan, sedangkan terjadi kecelakaan kecil ini. Akhirnya saya lari-lari ke Stasiun sambil menyiapkan tiket dan KTP langsung menyerahkan ke petugas. Saking paniknya, saya sampai linglung saya harus berada di gerbong mana hingga dibantu oleh petugas. Sampai di dalam kereta, saya menaruh barang-barang, duduk dengan masih ngos-ngosan, langsung charge handphone karena battery low, semenit kemudian kereta jalan. Nyaris ketinggalan kereta.

Perjalanan ke Jogja kedua kalinya dan pertama kalinya sendirian yang penuh dengan cerita. Ya lucu-lucu dan tak terduga sih. Mulai dari anak kecil di mall yang nangis, terlibat dalam lingkaran konflik, sampai nyaris ketinggalan kereta. Walaupun begitu, cerita-cerita seru seperti ini sepertinya yang lebih berkesan dibanding hanya jalan-jalan biasa ke tempat wisata. Serunya disini karena bertemu dengan banyak teman, sahabat-sahabat SMA, teman sehobi di musik (bassoon/fagot) dari ISI, dan teman gereja. Bertemu dengan teman-teman ISI ini sih yang lumayan seru karena selama ini hanya sekedar tegur sapa kalau ada konser ataupun hanya lewat media sosial. What's the story in next trip? Haha...

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota