Fragmen Pendengar Cerita

Kami bercerita berbagi pandangan. Kami? Oh, tidak. Hanya dia yang bercerita dan aku hanya mendengar. Aku  memahami isi kepalanya, cita-citanya, harapannya. Bukankan kamu senang ketika aku hanya mendengarkan?
Sekarang begini kupikir. Kamu terus bercerita tentang cita dan cinta, hal material yang memikat dunia dan jiwa. Apa dirimu mendambakan seseorang untuk mengisi kekosongan hati atau mendambakan seorang sahabat sejati untuk selamanya? Kamu terus berbicara printilan kecil, hal materi dan suatu kondisi ideal dimana kamu dapat menikmati duniamu dan aku dapat menikmati duniaku. Aku tidak mengerti, mengapa dirimu mendambakan suatu benda dan kondisi dalam rumah masa depan yang tidak dapat kamu gunakan tapi aku ingin memilikinya.
Aku tidak tahu pasti mengapa memilihku sebagai pendengarmu. Sekedar cerita cita dan cinta atau juga ingin memancing apa yang ada di kepalaku tentang itu? Bisa jadi kamu ingin memancing isi kepala dan hatiku tapi bukankah lebih seru ceritamu saja yang tergaung di ruangan itu. Pertanyaanmu seperti sebuah figuran, sekelewat dan hilang. Kamu ingin 10 dan aku hanya ingin dua. Kontras!? Ya!? Dua hal dariku sangatlah penting dan genting dan bisa mengisi 10 keinginanmu.
Pikirku yang terpenting, lebih baik aku diam saja daripada menodongkan pistol di kepala untuk orang yang salah. Aku mau menodongkan pistol, bahkan menaruh belati di leher untuk orang yang kurasa tepat. Aku tidak mengaramkan atau mengutuk cita dan cintamu, tapi jika nantinya jalanku tidak sama dengan pikiranmu ingatlah sebuah dasar terpenting hidup kita.

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota