Pergerakkan Hidup Manusia agar Bermakna

Saya memang sudah lama tidak menulis di blog. Untuk tulisan kali ini saja, saya berpikir berkali-kali apakah tepat rasanya saya menuliskan panjang-lebar di sini? Satu dorongan karena saya merasa mendapatkan sesuatu, saya juga mau orang-orang mendapatkan sesuatu yang saya rasakan, walaupun tidak sama dengan apa yang saya dapat karena reduksi dari subjektivitas pribadi.

"...bukan menjadi orang-orang bermental "budak" kerja untuk upah, tapi jadi orang "merdeka" kerja karena tanggung jawab dan rasa syukur."

Manusia lahir bukan sekedar mencapai tujuan pada mati (tubuh), tapi ada hal yang harus dikerjakan di dunia hingga ajal menjemput. Kehidupan tidak sekedar, lahir, makan, buang air, sekolah, kuliah, kerja, nikah, punya anak. Bukan juga cuma sekedar peribadatan atau melawan religiuitas yang intoleran atau bertentangan dengan kemanusiaan. Ada arena kehidupan yang harus dikerjakan untuk satu tujuan. Saya yakin bahwa setiap manusia terkoneksi satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Satu tugas yang sulit adalah bersinergi untuk menciptakan dunia yang begitu indah.

Kehidupan manusia menginginkan suatu keseimbangan, keharmonisan, dan kesempurnaan satu dengan yang lain, tapi saya pun sadar bahwa sulit menciptakan dunia yang seperti itu. Manusia juga menginginkan sebuah kekekalan dan keabadian dalam hidupnya. Selalu senang dan gembira mengerjakan segala sesuatu dengan passionnya. Sebuah keinginan muncul bukan hanya karena kekecewaan akan sesuatu, tapi seperti ada perasaan sempurna yang pernah dialami. Bisa jadi manusia memang ada untuk sebuah kesempurnaan, tapi saya meyakini bahwa manusia memang diciptakan untuk sebuah kesempurnaan dalam ketidak berdayaannya untuk menjadi sempurna.

Prolog yang cukup panjang untuk sebuah tulisan. Hal ini terpikirkan ketika usia harus semakin melangkah untuk melakukan sesuatu bagi dunia. Memang terkesan sangat besar, tapi dunia yang saya maksud adalah dunia dimana kamu ditempatkan saat ini, entah di sekolahmu, kampusmu, lingkungan tempat tinggalmu, dll. Ingat, kita semua saling terkoneksi untuk suatu tujuan. Keseimbangan dan kesempurnaan.

Sewaktu saya masih kecil, sama seperti anak-anak "bocah" lainnya, para orang dewasa akan bertanya, "Rae kalau sudah besar mau jadi apa?" bahkan ada lagunya di salah satu program televisi anak-anak lewat boneka Susan, "Susan, Susan, Susan, kalau gede, mau jadi apa? Semua anak-anak akan ditanya soal cita-cita. Apa pentingnya sebuah cita-cita pada masa itu? Saya hanya tahu, sekolah, rumah, keluarga, dan bermain bersama tetangga. Hal lain yang saya masih ingat mengundang kebingungan adalah ketika para guru yang terus menerus mengatakan bahwa, kami adalah generasi penerus bangsa. Sebagai anak kecil, saya merasa terlalu banyak hal-hal aneh dari orang dewasa yang diharapkan dari anak-anak. Di sisi lain saya merasa bahwa, sepertinya saya terlalu cepat dewasa untuk berpikir tentang ini dan itu, atau memang naluri anak-anak yang selalu bertanya mengapa dan mengapa?

Sewaktu masih belum begitu mengenal profesi, saya hanya jawab mau jadi dokter supaya Papa tidak sakit. Ya, bisa jadi juga pengaruh boneka Susan yang dibawakan Ria Enes. Ketika sudah mulai sedikit lebih besar, berbagai kegiatan pengembangan diri diikut sertakan bagi saya dan adik saya, Milka. Bagi saya sendiri, saya diikutkan kegiatan menggambar di sekolah hingga lomba, aritmatika di sekolah hingga ikut lomba, dan mendorong saya untuk mengikuti sebuah konferensi bagi anak-anak dari sebuah majalah anak-anak ternama. Untuk yang terakhir, saya sedikit merasa malas karena harus duduk, mambaca, mengamati, dan menulis. Saya tidak bisa menulis sebaik itu, apalagi ikut konferensi, walaupun sewaktu masih kecil saya orang yang cukup banyak bicara dan ekstrovert. Dari segala hal saya suka berkesenian, baik menggambar atau membuat kerajinan tangan. Ya, ditengah-tengah baru disadari pula bahwa saya juga menyukai musik.

Dari segala perjalanan tersebut, justru hal yang membuat saya malas menjadikan saya untuk terus berlatih, yaitu menulis. Tulisan paling bodoh dan paling banyak coretan pernah saya alami. Kritik yang tajam dan membuat saya down tapi up lagi, juga pernah dialami. Usia 10 tahun, saya memutuskan untuk menjadi jurnalis dan tetap menulis. Saya tinggalkan keinginan untuk menjadi dokter.

Satu keinginan ini terus memupuk. Saya masih belum paham mengapa saya memilih mengerjakan ini. Selain menulis, yang saya harapkan dan pertanyakan adalah mengapa saya ada disini dan apa kegunaan saya bagi orang lain dan dunia? Baiklah, kalian akan berpikir betapa "tua"nya pikiran saya saat itu. Saya masih usia sekitar 13-14 tahun saat itu. Pertanyaan ini terus menerus timbul, walaupun begitu saya tetap mengerjakan apa yang menjadi tugas dan passion saya.

Memasuki usia remaja, kemampuan saya semakin terasah dan saya menyukai bidang ini. Tidak hanya untuk sebuah media, tulisan non fiksi apa pun saya suka. Sampai sekarang, saya masih kesulitan menulis fiksi. Dalam langkah yang semakin mantap, saya kembali bertanya, jadi hanya menulis saja? Kontribusi yang saya berikan kepada orang lain sepertinya kecil sekali. Kurang sekali mendorong orang lain melakukan perbuatan baik dan berguna. Hal materi memang saya pikirkan, tapi lebih dari itu saya berharap dari apa yang saya lakukan, ada koneksi dengan orang lain agar mereka juga bergerak melakukan hal yang berguna bagi bangsa ini.

Sepanjang perjalanan hidup, ada orang-orang bertanya dan saya juga bertanya kepada diri sendiri, mengapa saya seperti kutu loncat yang dimana-mana ada dan mengerjakan sesuatu? Tidak bisakah saya duduk diam seperti perempuan "manis" (yang menyebalkan), manja, dan bergantung pada orang lain (keluarga dan calon suami).-- Percayalah, ada orang-orang yang (tak sepaham, non-believer) menghakimi "kejombloan" saya karena terlalu banyak melakukan banyak hal sehingga laki-laki kabur.--

Perjalanan yang semakin terang
Saya bersyukur bertemu dengan orang-orang yang membantu saya menemukan jawaban mengapa, mengapa, dan mengapa, lalu bagaimana, yang saya pertanyakan kepada diri sendiri. Pertandingan dalam hidup manusia yang membuat hidup semakin bermakna memang penuh dengan liku-liku dan penuh kerahasiaan seperti lika-liku Orang Israel di Padang Gurun. Orang Israel yang merdeka dari Mesir tidak langsung mengambil jalan pintas hingga sampai di Kanaan. Mereka melewati Padang Gurun selama 40 tahun dengan pengalaman-pengalaman yang semakin membentuk mereka. Hidup manusia sedemikian berlika-likunya. Mereka tidak akan sampai di Mesir jika tidak terus berjalan. Tidak mungkin juga mereka berada terus di Mesir unruk mengalami (segala) perbudakan. Mereka terus berjalan ditengah kelelahan. Walaupun belum sampai di Kanaan, mereka tahu bahwa mereka akan sampai disana. Beberapa memang punya harapan yang besar dan teguh seperti Yosua, beberapa yang lain berharap tapi sedikit-sedikit nakal dan bermain-main dengan kasih dan kemurahan Allah.

Pertanyaan-pertanyaan masa depan akan terus bermunculan di kepala. Setelah mantap melangkah untuk mengerjakan ini dan itu, kemudian apa? Secara spesifik dan detail apa lagi yang harus dilakukan, lalu untuk apa? Lalu bagaimana saya mengambil bagian menciptakan keharmonisan dan kesempurnaan dunia yang memang tidak sempurna. Dunia ini seperti sebuah tubuh yang terdiri dari organ, panca indera, dan anggota tubuh lainnya. Semua saling terkoneksi, ada yang secara langsung, ada yang tidak secara langsung. Pertanyaan masa depan akan terus ada dan tidak akan langsung disingkapkan. Biarkan Tuhan yang pegang semua rencana-Nya agar tidak diplagiat dan dirusak oleh musuh-Nya.

Sebelum kedua cerita ini muncul, dunia yang sempurna pun juga butuh untuk dirawat agar terus berkembang dan tetap harmonis. Sebelum dunia yang tidak sempurna ini muncul, manusia punya tugas pertama kali di dunia ini adalah untuk bekerja, untuk melakukan satu kontribusi agar dunia tetap sempurna. Manusia yang pada akhirnya tidak sempurna mengerjakan dunia yang sempurna menjadi tidak sempurna dalam pekerjaannya. Ya, karena satu kesalahan semua jadi berantakan, tapi bukan berarti manusia menjadi menyerah dengan ketidak sempurnaannya, tapi harus terus bergerak, mencari, mengerjakan, kembali bertanya, kerja lagi, untuk membentuk dunia agar tetap sempurna, bersinergi satu dengan yang lain untuk satu tujuan kesempurnaan, kekekalan, dan keabadian yang diharapkan.

Banyak Tugas dan Strategi untuk Satu Tujuan Besar
Titik-titik sangat banyak saling terkait satu sama lain untuk satu gambaran yang besar. Manusia bukan hidup di surga, ia hidup di bumi. Seharusnya fokus pekerjaannya adalah bagaimana mengerjakan sesuatu untuk dunia yang diharapkan. Tugas dan strategi banyak, seperti titik-titik, tapi saling terhubung dan tekoneksi.

Saya tidak menyukai orang-orang "religius" yang tidak melihat keberadaannya di dunia. Untuk apa ibadahmu kalau tidak mengerjakan dunia yang dikasih Tuhan? Terlebih lagi jika melukai dan membunuh sesamanya. Tak perlu banyak-banyak mengatakan Tuhan Tuhan Tuhan karena akan jadi Hantu Hantu Hantu. Saya juga tidak menyukai orang-orang yang menyangkal keberadaan Tuhan. Jadi dunia ini siapa yang ciptakan kalau tidak ada Tuhan? Just taken for granted? Apakah manusia yang menjadi Tuhan sehingga terlena dalam romantisme (naluri) kemanusiaan?

Mengerjakan tugas memang untuk satu tujuan besar. Lebih daripada itu, keberadaan manusia juga sudah memiliki tanggung jawab sejak ia lahir, baik secara moral ataupun dalam pengembangan banyak hal di dunia. Menjadi orang baik, orang cerdas, orang terkenal, bukan mengharapkan sebuah upah untuk keabadian dan surga. Surga itu urusan Tuhan yang diberikan kepada manusia. Surga itu adalah kemerdekaan manusia yang tidak sempurna diterima oleh Yang Sempurna. Kalau manusia terima surga dari Dia, ya kerjakan saja tanggung jawabmu saat ini, bukan menjadi orang-orang bermental "budak" kerja untuk upah, tapi jadi orang "merdeka" kerja karena tanggung jawab dan rasa syukur.

Comments

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota