Berpikir Ulang Tentang Life Purpose

Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan teman-teman semasa kuliah. Pada saat itu kami bercerita tentang kehidupan sebagai alumni. Ada yang masih setia dan bertahan dengan pekerjaan pertama sejak lulus, ada yang sudah berpindah tempat kerja, ada yang galau dengan pekerjaan yang tidak diinginkan setelah menganggur beberapa tahun, ada yang galau karena sejak keluar dari pekerjaan lama belum mendapat panggilan kerja, ada juga yang sedang galau mengundurkan diri dari pekerjaan karena merasa kurang berkontribusi dan tidak terpanggil dalam pekerjaannya.

Secara garis besar kami bukan berbicara tentang pekerjaan, tapi kepada panggilan dan maksud Tuhan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan untuk menghidupi panggilan hidup. Bekal-bekal pengetahuan dan perenungan seperti ini sudah didapat sewaktu kuliah, bahkan ketika masih SMA, dimulai pada saat pemilihan jurusan IPA atau IPS.


Memasuki usia 20an, yang mana dikategorikan sebagai usia dewasa, bukan berarti terbebas dalam pencarian jati diri seperti anak SMA umumnya. Ya ada beberapa perbedaan dan pertanyaan yang menggelisahkan.

Usia 20an, terlebih sudah memasuki dunia kerja akan mempertanyakan antara idealisme dan realita di lapangan. Menurut saya yang baik seperti itu, tapi realita tidak dapat membuat idealisme saya menjadi kenyataan. Menurut saya, saya bisa berkontribusi di bidang ini dengan strategi A, B, C, tapi berat sekali menjalaninya. Sepertinya saya salah memilih. Antara realita dan idealisme menjadi pilihan-pilihan yang terkadang membingungkan. Atau bahkan, apa yang kita anggap ideal adalah sesuatu yang "dipaksakan" secara tidak sengaja oleh lingkungan.

Selama empat bulan menjadi jobless menjadi keberuntungan bagi saya: jalan-jalan ke beberapa tempat (bahkan hari terakhir bekerja, saya langsung berangkat menuju Semarang untuk pendakian pertama), memiliki banyak waktu untuk merenung tentang panggilan hidup, memiliki banyak waktu untuk ikut beberapa acara untuk self development dan self upgrading. Walaupun memiliki waktu-waktu yang cukup baik, saya juga mengalami masa down, gelisah, malu karena "tidak ada kerjaan," tidak punya uang, dan status yang tidak jelas.

Mengenal Diri Sendiri
Diakhir tahun 2017 sampai awal tahun 2018 saya membaca buku The Gift of Being Yourself. Isi buku tersebut kurang lebih jujur terhadap diri sendiri termasuk pada emosi-emosi (yang kita anggap negatif seperti marah, sedih, kesal) dan memahami diri kita sendiri seperti apa.

Tagline menjadi diri sendiri menjadi sesuatu yang baik dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Setiap orang, terlepas suku dan agama apa, diciptakan unik, berbeda, dan punya tujuan (purpose bukan goals). Bagian dari diri kita ada yang sudah ada dari sejak bayi, diturunkan dari orang tua dan nenek moyang, ada juga yang terbentuk karena lingkungan. Keduanya tidak bediri sendiri, tapi saling melengkapi. Walaupun begitu, ada juga hal-hal dari luar diri kita yang tidak membangun menjadi sesuatu yang lebih baik.

Selain membaca buku, saya juga mengikuti tes SHAPE (Spiritual, Heart, Ability, Personality, Experience) lagi. Beberapa tes personalitas yang saya ikuti seperti 16 persoanlities dan enneagram. Selain tes personalitas, saya juga menggali diri sendiri tentang gaya bekerja saya dengan tes DISC (Dominance, Influence, Steadiness, Compliance).

Apa gunanya semua tes itu? Jelas, untuk mengenal diri sendiri tanpa membatasi diri saya dengan segala sesuatu yang ada dan menjadi sombong atas kelemahan dan kelebihan yang dijelaskan dari hasil tes tersebut.

Beberapa waktu setelah menggali ditengah kegamangan menjadi "pengangguran" waktu dan nasib menghantarkan saya ke sebuah acara di pusat kebudayaan Amerika yang bertemakan menemukan panggilan hidup (life purpose). Singkatnya life purpose is not only about your passion or what make you happy, but you enjoy to do that, don't compare with the others but compare with yourself, do you gift the best? And the result with what you do give the (positive) impact to the others. Penjabaran dan beberapa tips praktis menjadi pendorong bagi saya untuk kembali menggali apa sebenarnya life purpose saya terlepas saya sudah mengikuti beberapa tes personalitas. Life Purpose berbeda dengan tes-tes personalitas tersebut. Jika dihubungkan dengan pekerjaan, life purpose akan menentukan pekerjaan seperti apa yang akan kamu ambil (bukan pekerjaan sebagai apa) dan personal statement (yang sering disalah artikan dengan motto hidup) seperti apa yang akan kamu tulis di sub header CV atau resume kamu, juga di berbagai platform media sosial dan blog pribadimu.

Discovering my life purpose
Pada acara di pusat kebudayaan Amerika tersebut ada tiga poin utama untuk menemukan life purpose. You must know your talents (gifts since you was born), passions (something you are not only good to do that but you want to suffering to do because you love it (reference: Passion like as Christ suffering the sins.), and the last is the topics you care (maybe about poverty, discrimination, intolerance, etc). Setiap poin-poin tersebut bagaikan tiga lingkarang yang saling bersinggungan satu sama lain dan perpaduan dari ketiganya membawamu kepada life purpose. Jadi, tidak semua talents, passion, and topics you care about that berhubungan dengan life purpose.

Tindak lanjut dari acara di pusat kebudayaan Amerika tersebut membawa saya mencari tahu pertanyaan-pertanyaan yang membantu untuk menemukan panggilan hidup. Saya menemukan 15 pertanyaan (15 question to discover your personal mission) yang dapat membantu dan harus dijawab dengan cepat karena jawaban pertama yang muncul di kepala adalah jawaban yang benar-benar menunjukkan diri kamu. Kamu juga dapat menemukan alat bantu lain untuk menggali life purpose. Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan, kamu juga bisa bertanya kepada teman-teman tentang diri kamu (pilih teman yang mengenalmu dengan baik dan memberikan jawaban dengan jujur bukan sekedar membuatmu senang atau menjatuhkanmu).


Pembahasan tentang life purpose tidak hanya saya dapatkan ketika ikut acara ini. Saya teringat dengan beberapa pembinaan pembekalan pra alumni dari persekutuan kampus yang membahas hal serupa, tapi masih asbtrak karena tidak ada tips-tips bantuan seperti yang tadi saya jelaskan. Alih-alih seperti itu, penekanan menjadi loncat terhadap kontribusi apa yang bisa diberikan kepada perusahaan, negara, dan bangsa sebagai alumni Kristen yang mencerminkan Kristus.

Pemahaman seragam bahwa ketika memilih berada di jurusan tertentu adalah bentuk panggilan Tuhan dalam hidup mengindahkan berbagai macam faktor (faktor jurusan tersebut akan masuk ke dunia kerja yang menghasilkan uang, faktor dipaksa orang tua, faktor karena kecelakaan keburu keterima di jurusan tersebut) membuat loncatan kepada kontribusi yang menjadi sebuah penekanan. Pada satu masa menginspirasi, tapi disisi lain menjadi beban. Alumni ideal adalah alumni yang bekerja pada bidang ilmu sesuai kuliahnya dan berkontribusi besar terhadap bidang tersebut. Secara implisit hal ini terbukti dari kapsel-kapsel yang tersedia kecuali kapsel Teologi (hampir semua alumni yang mengisi kapsel ini pada awalnya bukan berasal dari pendidikan Teologi, tapi mengambil kuliah lanjutan di bidang ilmu tersebut). Disatu sisi, setiap faktor yang tadi saya sebutkan juga bisa menjadi gerbang tak disengaja yang mengarahkan kepada life purpose atau menguji seberapa besar kita mau berjuang terhadap life purpose tersebut.

Komentar saya diatas bukan berarti mengkritik pembinaan persekutuan sesuatu yang salah, tapi hal tersebut dapat menjadi pertimbangan. Masih ada alumni yang mencari dirinya sendiri dan banyak juga alumni baru diusia 20an mengalami krisis jati diri kedua dalam hidupnya ditambah beberapa persoalan hidup sebagai orang dewasa (financial issues, familiy, relationship, singleness, etc). Walaupun begitu, persekutuan melengkapi apa yang saya dapat tentang life purpose di luaran sana. Pada dasarnya sebelum usia 30, kita masih mencari life purpose. Jadi, sebelum usia 30 tahun, terbukalah dengan berbagai hal yang megasah dirimu dan membawamu kepada the real of your purpose.

Menghidupi panggilan
Beberapa acara motivasi dan saran dari orang-orang sukses yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan itu adalah temukan passion lo, persistance, and consistence. Keduanya jika disatukan dapat disimpulkan menjadi determine.

Saya belum menemukan tips praktis untuk menghidupi panggilan, tapi hal ini menjadi lebih mudah ketika kamu sudah menemukan panggilan hidup. Seperti yang telah saya tuliskan, salah satu cara menghidupinya dengan memilih pekerjaan seperti apa yang sesuai dengan panggilan hidup kalian, bukan pekerjaan sebagai apa.

Cara lain adalah membuat jadwal pribadi dan meminta bantuan orang lain untuk mengingatkan dan mendorong kita untuk berlatih dan melakukan apa yang menjadi passion dan life purpose. Berbagai macam sumber menuliskan bahwa kita memerlukan 1000 jam untuk menjadi ahli di bidangnya. Menjadi ahli adalah salah satu komponen besar dalam menghidupi panggilan tersebut. Setiap orang harus menjadi ahli (master) di bidangnya, walaupun dia memliki kemampuan yang general pada beberapa bidang. Fokus kepada sesuatu menjadi kita dicari untuk mengulas hal tersebut.

Lalu, apa yang menjadi life purpose saya?
Saya sendiri kira-kira sudah menemukan apa yang menjadi my life purpose. I love to creating something to help, solving the problem, and encourage the people to do what they can do. Hal ini saya lihat dari apa yang banyak saya kerjakan di bidang kreatif seperti menulis, bermusik, menggambar, video. Dari segala komponen tersebut, tidak semua saya lakukan. Untuk saat ini, saya lebih menyukai dunia visual dan mau membantu orang lain untuk memahami sesuatu dari komunikasi dan seni visual yang dapat dimengerti. Walaupun begitu, ini pun masih harus terus digali, dikonfirmasi, sambil diasah. Bagaimana dengan kalian? Saya juga akan membagikan beberapa referensi bacaan yang juga saya baca untuk menemukan tujuan hidup saya.

For your reference:

Comments

Gilak gilak gilak daebaaaakk...dalam beberapa jam saja tulisan blog langsung kelar yess wkwkwkwk. Ntaps Rae! Gue salah satu orang yg terpercik berkat darimu since dikau jadi probation dan akan menggantikan posisi diriku di tempat kerja. Semangat kita!

Popular posts from this blog

Indie Book Shop Tour: Wisata Asik Bagi Para Pecinta Buku

Diam & Dengarkan: Katarsis dalam Sebuah Retreat di Balik Layar Kaca

Ereveld Menteng Pulo-Kuburan Bersejarah di tengah Ibu Kota